Kementerian Kehutanan Indonesia telah mengambil langkah signifikan demi pemulihan ekosistem Taman Nasional Tesso Nilo di Riau. Proses relokasi ini akan melibatkan ratusan kepala keluarga yang sebelumnya bermukim di kawasan tersebut dan kini akan dipindahkan ke area perhutanan sosial yang lebih aman dan produktif.
Relokasi ini bukan hanya sekadar tindakan administratif, melainkan juga upaya untuk memastikan perlindungan lingkungan yang lebih baik. Dengan total luasan yang mencapai 635,83 hektare, dampaknya diharapkan tidak hanya melindungi flora dan fauna di kawasan hutan, tapi juga memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat.
Proses Relokasi yang Berbasis Dialog dan Rekonsiliasi
Relokasi ini diwarnai dengan dialog antara pemerintah dan masyarakat yang terdampak. Menteri Kehutanan, Raja Juli Antoni, menyatakan bahwa pendekatan ini bertujuan untuk menciptakan solusi yang saling menguntungkan bagi semua pihak.
Dia menekankan bahwa proses ini bukanlah tanda permusuhan. Sebaliknya, melalui dialog yang konstruktif, masyarakat memperoleh kepastian hukum terkait pemeliharaan kebun sawit di luar kawasan Taman Nasional.
Selama proses dialog, represetatif masyarakat Bagan Limau berbagi pandangan dan harapan mereka. Hal ini menunjukkan bahwa kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat dapat menghasilkan hasil yang positif.
Lokasi Relokasi dan Luas Area yang Disediakan
Pemerintah telah menyiapkan area relokasi yang mencakup eks PT PSJ di Desa Gondai seluas 234,51 hektare. Di samping itu, ada juga kawasan eks PTPN yang mencakup Desa Batu Rizal dan Desa Pesikaian dengan total luasan 647,61 hektare.
Kelompok masyarakat penerima Surat Keputusan (SK) Hijau di kawasan eks PT PSJ terdiri dari 47 kepala keluarga. Sementara itu, bagi kawasan eks PTPN, kelompok yang menerima SK Green meliputi 109 kepala keluarga dan 72 kepala keluarga lainnya.
Relokasi ini memberikan banyak harapan baru bagi masyarakat setempat dalam meningkatkan kesejahteraan mereka. Dengan lahan yang lebih terjamin, mereka diharapkan dapat mengembangkan usaha pertanian dan perkebunan yang lebih berkelanjutan.
Kepastian Hukum dan Peluang untuk Masyarakat
Raja Juli menyebutkan bahwa masyarakat yang direlokasi akan mendapatkan SK Hutan Kemasyarakatan. Di bawah program ini, masyarakat diharapkan dapat mengelola lahan mereka secara legal dan berkelanjutan.
Selain itu, mereka juga akan memperoleh Tanah Objek Reformasi Agraria (TORA) melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertahanan Nasional. Hal ini menandakan komitmen pemerintah untuk memberikan alternatif yang legal, aman, dan berkelanjutan.
Harapan Raja Juli adalah bahwa relokasi ini dapat menjadi contoh bagi masyarakat lain. Proses ini dapat mendemonstrasikan bagaimana dialog dan pendekatan damai bisa menciptakan situasi yang menguntungkan semua pihak.
Kegiatan Pemulihan Ekosistem Setelah Relokasi
Di sisi lain, kegiatan pemulihan ekosistem di Taman Nasional Tesso Nilo juga telah dimulai. Menurut laporan dari Kementerian Kehutanan, penanaman bibit pohon Kulim telah dilakukan sebagai simbol pemulihan kawasan.
Pemerintah juga mengalokasikan sekitar 74 ribu bibit pohon yang terdiri dari beberapa jenis, seperti Mahoni, Trembesi, Sengon, Jengkol, dan Kaliandra. Langkah ini diharapkan dapat mengembalikan fungsi hutan sebagai ekosistem yang sehat dan berkelanjutan.
Kegiatan simbolis seperti penumbangan pohon sawit juga dilakukan untuk menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga kawasan konservasi. Ini bukan tanda permusuhan, melainkan langkah konkret menuju pemulihan fungsi Taman Nasional.
