Di tengah tantangan yang dihadapi oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) akibat bencana banjir, para pengelola berusaha keras untuk melakukan penyesuaian menu makanan. Bencana yang melanda Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat mengakibatkan kelangkaan bahan pangan, memaksa SPPG mencari cara alternatif dalam penyediaan makanan.
Kepala Regional SPPG di Aceh, Mustafa Kamal, menyatakan bahwa mereka tengah berupaya mengganti menu dengan sumber pangan lokal. Penggantian ini dilakukan karena bahan pangan yang selama ini digunakan mengalami kelangkaan dan tidak dapat dipasok secara normal.
Pihak SPPG telah melakukan koordinasi untuk mengusulkan penggantian menu, dengan fokus pada pemanfaatan umbi-umbian, kacang-kacangan, dan ikan yang dibudidayakan di wilayah setempat. Memanfaatkan bahan pangan lokal tampaknya menjadi solusi yang lebih nyata dan berkelanjutan dalam situasi darurat seperti ini.
Upaya SPPG dalam Menghadapi Krisis Pangan Akibat Banjir
SPPG berhadapan dengan tantangan besar akibat bencana yang merendam wilayah-wilayah seperti Aceh Barat, Bireun, dan Pidie. Dengan situasi ini, mereka terpaksa menyesuaikan menu agar lebih sesuai dengan bahan pangan yang masih tersedia. Dalam upaya cerdas ini, penggunaan umbi-umbian yang mudah ditemukan menjadi prioritas utama.
Kamal menjelaskan bahwa pihaknya juga telah berkomunikasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral untuk mencarikan solusi bagi kelangkaan energi. Penggantian bahan bakar gas menjadi briket batu bara diharapkan bisa menjadi alternatif yang lebih stabil dalam mendukung operasional SPPG.
Kendala lain yang dihadapi tentu saja adalah ketersediaan air bersih dan pasokan listrik yang belum pulih setelah banjir. Sumber air bersih menjadi sangat penting untuk memenuhi kebutuhan gizi bagi masyarakat yang terdampak, namun perbaikan instalasi PDAM tertunda pasca bencana.
Dampak Lingkungan dan Sumber Daya bagi Operasional SPPG
Situasi bencana ini membuat 19 SPPG di Kabupaten Bireun terpaksa berhenti beroperasi. Kelangkaan gas dan listrik mengakibatkan keterbatasan dalam penyediaan makanan yang berkualitas. Tim Deputi Pemantauan dan Pengawasan dari Badan Gizi Nasional telah turun ke lokasi untuk menilai langsung keadaan.
Dari hasil pantauan, terungkap bahwa lebih dari dua puluh SPPG di Kabupaten Bireun terdampak dengan dua kecamatan utama, yaitu Kecamatan Jangka dan Kecamatan Peusangan. Kegiatan operasional terhenti, begitu pula dengan aliran distribusi bantuan yang membutuhkan banyak tenaga dan sumber daya.
Hal ini menyebabkan banyak penerima manfaat dari program Membangun Gizi Berbasis Sekolah (MBG) dialihkan untuk mendukung warga yang terkena dampak banjir, terutama karena sekolah juga diliburkan. SPPG berperan penting dalam mendistribusikan bantuan selama masa pemulihan ini.
Pendistrubusian Bantuan Makanan Selama Krisis
Pada tanggal 26 November 2025, SPPG telah memberikan bantuan sebanyak 62.826 paket. Penyebaran makanan dan kebutuhan mendesak lainnya terus dilakukan dengan sigap untuk meringankan beban para korban. Ini merupakan langkah nyata dalam membantu masyarakat yang terkena dampak bencana.
Pendistrubusian bantuan tidak berhenti di 26 November, karena hanya sehari setelahnya, sebanyak 30.261 paket bantuan kembali disalurkan. Pada hari berikutnya, jumlah itu meningkat menjadi 37.180 paket bantuan, menunjukkan respons cepat dan sigap dari SPPG.
Sampai tanggal 29 November, sebanyak 38.668 paket bantuan berhasil dikirimkan ke lokasi-lokasi yang membutuhkan. Kerja sama dengan pemerintah daerah berkontribusi besar terhadap keberhasilan distribusi ini.
