Ketua DPC Serikat Petani Indonesia (SPI) Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Rozak Daud, mengungkapkan bahwa kawasan hutan di daerah tersebut kini hanya tersisa sekitar 12,72 persen. Kondisi ini mencerminkan ancaman serius terhadap ekosistem lokal yang terus memburuk akibat alih fungsi lahan, terutama untuk wisata dan perkebunan nonkayu.
Menurut Rozak, kawasan hutan yang seharusnya berperan sebagai penahan debit air kini tidak lagi mampu menjalankan fungsi ekologisnya dengan baik. Penurunan kualitas lingkungan ini berpotensi meningkatkan risiko bencana alam, termasuk banjir.
“Kawasan hutan lindung yang seharusnya menjadi penahan debit air kini tidak lagi mampu menjalankan fungsi ekologisnya,” ujarnya, menggambarkan keprihatinannya terhadap situasi yang semakin memperburuk keadaan lingkungan.
Pentingnya Hutan untuk Keseimbangan Ekosistem
Hutan memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem. Selain sebagai paru-paru bumi, hutan juga berfungsi untuk menyerap karbon dioksida dan menghasilkan oksigen, yang merupakan elemen vital bagi kehidupan. Dengan menyusutnya hutan, seluruh sistem ekologi menjadi terganggu, meningkatkan risiko bagi flora dan fauna yang ada.
Penyusutan hutan di Sukabumi menunjukkan dampak yang cukup besar terhadap masyarakat lokal. Keberadaan hutan yang minim membuat masyarakat tidak hanya kehilangan sumber mata pencaharian, tetapi juga kehilangan perlindungan dari kemungkinan bencana alam yang lebih sering terjadi.
Dalam konteks ini, penting untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga hutan. Kesadaran akan perlunya konservasi hutan harus ditanamkan sejak dini untuk memastikan generasi mendatang masih dapat menikmati manfaat yang diberikan oleh hutan.
Dampak Banjir yang Terjadi di Sukabumi
Banjir yang melanda Selabintana baru-baru ini menjadi contoh nyata dari dampak alih fungsi lahan. Masyarakat merasakan dampak langsung ketika jalan raya Selabintana berubah menjadi sungai deras, menyeret barang-barang berharga hingga sepeda motor. Kejadian ini menandakan bahwa kondisi lingkungan semakin mengkhawatirkan.
Menurut Rozak, praktik penyewaan lahan yang tidak terurus menjadi salah satu penyebab utama terjadinya pembukaan lahan besar-besaran. Penyewaan lahan yang terjadi ilegal ini menciptakan risiko tersendiri bagi masyarakat, terutama ketika tanah yang seharusnya dilindungi justru dialihfungsikan tanpa memperhatikan dampaknya.
“Jika kawasan hulu saja sudah tidak mampu menahan air, maka banjir besar di Kota Sukabumi tinggal menunggu waktu,” ungkap Rozak, menunjukkan kekhawatiran yang mendalam terhadap keselamatan warganya.
Pengelolaan Aset Negara yang Bermasalah
Pihaknya menduga adanya potensi penyimpangan dalam pengelolaan aset negara terkait dengan lahan yang masa Hak Guna Usaha (HGU)-nya telah habis tetapi masih disewakan. Praktik semacam ini tidak hanya merugikan negara, tetapi juga membahayakan warga sekitar yang tinggal di areal tersebut.
Kondisi ini membuat Rozak khawatir, mengingat usaha untuk memperbaiki situasi saat ini tampak minim. Pembukaan usaha seperti kafe dan objek wisata di area yang dulunya merupakan hutan lindung menambah masalah yang sudah ada.
Warga sekitar juga merasakan dampak dari pembukaan lahan yang efektif mengurangi ruang hijau. Hal ini berdampak pada penurunan kualitas lingkungan yang menempatkan warga dalam risiko tinggi saat cuaca ekstrem.
Data Satelit Menunjukkan Penurunan Kawasan Hijau
Penyusutan kawasan hijau di Sukabumi semakin jelas terlihat melalui data citra satelit. Analisis citra menunjukkan penurunan signifikan dalam tutupan vegetasi, terutama di daerah kaki Gunung Gede Pangrango. Ini merupakan pertanda buruk bagi ekosistem setempat yang terancam oleh alih fungsi lahan.
Citra satelit yang diperbandingkan menunjukkan perbandingan drastis antara area yang didominasi warna hijau dan area yang telah berubah menjadi coklat. Perubahan ini menunjukkan bahwa banyak lahan yang digunakan untuk permukiman dan industri, mengabaikan pentingnya hutan untuk menjaga kestabilan lingkungan.
Pergerakan ini menyoroti bahwa ada tantangan besar yang harus dihadapi agar tidak hanya ekonomi yang jadi prioritas, tetapi keselamatan warga dan kelestarian lingkungan juga harus dipertimbangkan. Hasil analisis ini perlu menjadi bahan evaluasi bagi pihak-pihak terkait untuk mengambil langkah yang lebih efektif menjaga kawasan hutan.
