Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang menyatakan bahwa kerugian akibat banjir bandang dan longsor yang terjadi di Sumatra dan Aceh diperkirakan sudah mencapai lebih dari Rp200 triliun. Rincian mengenai angka kerugian tersebut belum dijelaskan secara mendetail, namun ia yakin bahwa dampak dari bencana ini cukup signifikan terhadap kehidupan masyarakat.
Marwan menilai bencana ini adalah buah dari kebijakan pemerintah yang memberikan izin kepada korporasi untuk mengeksploitasi hutan selama bertahun-tahun. Praktik ini, menurutnya, telah mengakibatkan kerusakan lingkungan yang berdampak langsung terhadap meningkatnya risiko bencana.
“Besar kemungkinan kerugian ini lebih dari Rp200 triliun,” ungkap Marwan saat konferensi pers di Komplek Parlemen. Ia menyerukan perlunya perhatian lebih dari pemerintah untuk menangani masalah yang begitu serius ini.
Pentingnya Penetapan Status Darurat Nasional untuk Banjir
Marwan mengemukakan bahwa Komisi VIII telah mengusulkan agar bencana banjir di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Aceh ditetapkan sebagai darurat nasional. Dengan status ini, penanganan bencana akan lebih terkoordinasi dan melibatkan berbagai pihak terkait. Penetapan status darurat ini diharapkan dapat mempermudah distribusi bantuan kepada masyarakat yang terdampak.
Namun, hingga kini status tersebut belum ditetapkan oleh pemerintah. Hal ini menyebabkan kebingungan dalam komando penanganan bencana, di mana beberapa pihak terkait tidak terlihat jelas dalam peran masing-masing. Keterbatasan dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) juga menjadi perhatian di tengah situasi yang sedang genting.
“Dalam bencana sebesar ini, jika BNPB dan Kementerian Sosial tidak diberdayakan dengan baik, akan sulit untuk menjangkau semua wilayah yang terdampak,” katanya. Ia berharap agar pemerintah segera mengambil tindakan agar penanganan lebih efektif dan terarah.
Tantangan dalam Proses Evakuasi dan Distribusi Bantuan
Ketua DPR Puan Maharani mengakui bahwa terdapat berbagai hambatan dalam proses evakuasi dan distribusi bantuan. Banyak wilayah yang terisolasi, sehingga sulit untuk menjangkau para korban. Puan menyebutkan bahwa masih banyak korban yang belum ditemukan dan dampak bencana ini semakin memperburuk keadaan.
“Kami mencatat adanya banyak wilayah yang masih terisolasi, dan sejumlah korban belum ditemukan,” ungkap Puan. Ketidakpastian ini menciptakan rasa urgensi untuk segera menyelesaikan masalah ini dengan langkah yang tepat dan cepat.
Walau terdapat tantangan yang dihadapi, Puan menegaskan bahwa pemerintah memiliki pertimbangan khusus dalam menentukan penetapan status bencana nasional. DPR siap mengawal setiap masukan dalam proses ini agar penanganan bencana dapat dilakukan dengan lebih baik.
Komitmen untuk Memastikan Bantuan Tersalurkan dengan Baik
Puan menambahkan bahwa fokus utama mereka saat ini adalah memastikan bahwa bantuan bisa sampai ke tangan para korban secara efektif. Ia juga mengingatkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, BNPB, dan berbagai organisasi kemanusiaan untuk mempercepat proses bantuan. Keterpaduan ini diperlukan agar tidak ada pihak yang tertinggal dalam penanganan bencana ini.
“Kami akan melihat setiap masukan yang ada dan berupaya semaksimal mungkin agar semua kebutuhan masyarakat bisa dipenuhi,” tambah Puan. Ia juga menegaskan pentingnya evaluasi pasca-bencana untuk menghindari terulangnya kejadian serupa di masa mendatang.
DPR akan terus memonitor perkembangan terupdate mengenai situasi di lapangan agar langkah-langkah yang diambil memang tepat guna. Penanganan yang efektif sangat dibutuhkan untuk mengurangi dampak yang merugikan masyarakat luas.
