Dalam perkembangan terbaru mengenai kasus penemuan dua kerangka manusia di gedung Astra Credit Companies (ACC), situasi semakin memanas. Selain mengindikasikan adanya potensi pelanggaran hak asasi manusia, temuan ini juga memicu pembicaraan lebih lanjut di kalangan anggota Komisi III DPR RI. Tujuannya adalah membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) untuk menyelidiki lebih lanjut kejadian yang mengemuka ini.
Komnas HAM menyambut baik usulan tersebut, dengan harapan bahwa pembentukan TGPF dapat mendorong transparansi dalam penyelidikan. Saurlin P. Siagian, sebagai Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan, menegaskan perlunya independensi dalam tim yang akan dibentuk.
Menurut Saurlin, penting untuk diingat bahwa meskipun pemerintah berinisiatif membentuk TGPF, keanggotaan tim tersebut harus melibatkan individu-individu independen agar hasilnya objektif dan dapat dipercaya. Ia menekankan prinsip-prinsip tersebut sebagai bagian dari mekanisme penyelidikan yang sah dan transparan.
Pentingnya Kemandirian dalam Penyelidikan Kasus
Agar hasil penyelidikan dapat dipertanggungjawabkan, Komnas HAM berpendapat bahwa independensi tim pencari fakta mutlak dibutuhkan. Saurlin menjelaskan bahwa Komnas HAM memiliki peraturan yang mengatur kewenangannya untuk melakukan penyelidikan tanpa campur tangan pihak lain. Penyelidikan ini meliputi pengumpulan bukti, permintaan keterangan, dan analisis lebih lanjut.
Selanjutnya, Saurlin menekankan bahwa Komnas HAM saat ini sedang mendalami peristiwa demonstrasi yang terjadi pada akhir Agustus lalu. Kasus penemuan dua kerangka manusia ini menjadi bagian dari fokus penyelidikan mereka, termasuk investigasi terkait informasi awal yang diperoleh dari keluarga korban dan pihak terkait lainnya.
Pihaknya juga telah mengajukan permohonan kepada gedung ACC dan Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk mendapatkan data dan informasi tambahan. Tujuannya adalah memperkuat laporan yang tengah mereka siapkan mengenai keadaan orang-orang yang hilang selama demonstrasi tersebut.
Proses Pengumpulan Bukti dan Informasi Terkait Kasus
Dalam proses penyelidikan, Saurlin menjelaskan bahwa pengumpulan bukti menjadi langkah awal yang sangat penting. “Kami sedang melakukan analisis terhadap foto-foto, visual, serta pemeriksaan DNA untuk memastikan identitas dan kondisi dari kerangka yang ditemukan,” ujarnya. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya Komnas HAM dalam menangani kasus ini.
Saurlin juga menyampaikan bahwa laporan hasil pemantauan diharapkan dapat diselesaikan pada akhir tahun. Laporan tersebut tidak hanya berfokus pada dua kerangka manusia, tetapi juga mencakup banyak kasus lain yang terjadi selama gelombang demonstrasi tersebut.
Berkaca pada berbagai peristiwa yang dihadapi, terdapat juga beberapa kasus kematian yang dilaporkan, serta kasus penangkapan dan kerusuhan lainnya yang telah terjadi. Semua kejadian ini akan dirangkum dalam laporan akhir yang komprehensif.
Respon Anggota DPR dan Pihak Terkait
Langkah pembentukan TGPF juga didukung oleh Abdullah, anggota Komisi III DPR. Ia menyatakan bahwa pembentukan tim pencari fakta itu diperlukan untuk menjawab berbagai pertanyaan dan dugaan kejanggalan yang beredar mengenai penemuan kerangka tersebut. Abdullah mendorong agar komunikasinya dilakukan berbasis keterlibatan keluarga korban.
Terkait kebutuhan untuk melakukan penyelidikan yang lebih mendalam, Abdullah menekankan bahwa dukungan dari berbagai pihak sangatlah penting. Setelah hasil pengujian DNA menunjukkan identitas kedua kerangka, menyerukan transparansi dalam tindakan selanjutnya menjadi krusial.
Di tengah itu, pemerintah mengambil sikap yang beragam terkait pembentukan TGPF untuk insiden lainnya dalam demonstrasi yang berlangsung. Walaupun beberapa lembaga independen seperti Komnas HAM dan LPSK menyatakan keyakinan perlunya tim gabungan, pemerintah tampaknya belum berencana untuk membentuknya.
