Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, KH Miftachul Ahyar, mengambil tindakan tegas dengan mencopot Charles Holland Taylor dari posisi penasihat khusus Ketua Umum PBNU, Yahya Cholil Staquf, dalam hal urusan internasional. Keputusan ini tercantum dalam Surat Edaran yang dikeluarkan oleh PBNU dan ditandatangani pada 22 November 2025.
Surat edaran tersebut menyebutkan bahwa pencopotan ini merupakan hasil dari rapat harian Syuriyah PBNU yang digelar pada 20 November 2025. Dalam rapat tersebut, terdapat sejumlah keputusan yang diambil berdasarkan ketentuan internal organisasi yang mengatur tentang struktur kepengurusan dan penetapan penasihat.
Surat Edaran, yang menjelaskan alasan pencopotan tersebut, menegaskan bahwa keputusan ini diambil demi menjaga integritas dan keselarasan dengan nilai-nilai Ahlussunnah wal Jamaah. Rapat harian yang dimaksud dihadiri oleh sejumlah pengurus harian yang secara kolektif memutuskan langkah itu.
Pemicu Pencopotan dan Kontroversi yang Mengemuka
Desakan untuk mencopot Charles Holland Taylor berasal dari kehadiran narasumber yang dianggap berasal dari jaringan zionisme internasional dalam kegiatan Akademi Kepemimpinan Nasional Nahdlatul Ulama. Hal ini dinilai melanggar ajaran dan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh PBNU.
Dalam rapat tersebut, diungkapkan bahwa undangan untuk narasumber tersebut tidak sejalan dengan prinsip dasar organisasi, terutama Muqaddimah Qanun Asasi Nahdlatul Ulama. Penolakan ini mencerminkan ketidakpuasan banyak pihak terhadap arah kebijakan yang diambil oleh kepemimpinan saat ini.
Selanjutnya, disebutkan dalam risalah rapat bahwa KH Yahya Cholil Staquf diminta untuk mundur dari jabatannya sebagai Ketua Umum dalam waktu tiga hari. Jika tidak memenuhi permintaan tersebut, kemungkinan akan ada langkah lebih tegas dari Rapat Harian Syuriyah.
Reaksi dan Respon dari Pimpinan PBNU
Menanggapi desakan tersebut, Gus Yahya, sapaan akrab Yahya Cholil Staquf, secara tegas menyatakan tidak mempunyai niatan untuk mundur. Ia berpendapat bahwa amanah yang diterima merupakan hasil dari muktamar yang dilaksanakan, dan ia sudah berkomitmen untuk menjalankan tugas selama lima tahun ke depan.
Pernyataan ini menunjukkan adanya ketegangan antara kepemimpinan dan anggota organisasi. Sementara itu, Saifullah Yusuf, Sekretaris Jenderal PBNU, membenarkan adanya surat edaran tersebut dan menegaskan bahwa langkah ini adalah bagian dari dinamika internal yang tak terhindarkan.
Kemarin, Yahya Cholil Staquf menegaskan posisinya, percaya bahwa dirinya sudah melakukan yang terbaik untuk organisasi. Dia menyatakan bahwa keberadaan narasumber tersebut tidak harus diartikan secara radikal, melainkan harus dipandang dalam konteks yang lebih luas.
Perspektif dan Analisis Situasi yang Terjadi
Situasi ini menunjukkan betapa rumit dan penuh tantangan perhatian organisasi keagamaan di Indonesia. Dalam hal ini, PBNU sebagai salah satu organisasi Islam terbesar di negara ini tidak lepas dari berbagai tekanan dan ekspektasi dari berbagai pihak.
Selain itu, konflik internal seperti ini juga mencerminkan perbedaan pandangan dalam menjawab tantangan zaman. Adanya perdebatan dan dinamika antara tradisi dan modernitas sering kali menjadi bagian dari perjalanan organisasi keagamaan yang besar seperti PBNU.
Lebih jauh, situasi ini juga menjadi gambaran akan pentingnya komunikasi yang efektif di dalam organisasi. Perlu adanya keterbukaan terhadap pandangan dan kritik yang membangun demi kemajuan bersama. Tanpa kolaborasi dan dialog yang konstruktif, konflik semacam ini akan terus terjadi di masa yang akan datang.
Meskipun demikian, penting bagi setiap individu dalam organisasi untuk tetap bersikap tenang dan tidak terbawa arus informasi yang tidak jelas. Penanganan masalah harus dilakukan dengan kepala dingin untuk mencegah terjadinya perpecahan lebih lanjut.
