Seorang pemuda berinisial MBT alias Bangkit, baru-baru ini dijatuhi hukuman yang unik terkait kasus tindak pidana penganiayaan di Kabupaten Sinjai, Sulawesi Selatan. Sebagai bagian dari hukuman, ia diwajibkan membersihkan masjid dan mengumandangkan azan selama tiga pekan di masjid setempat.
Hukuman ini tentunya menarik perhatian banyak pihak, terutama dalam konteks penerapan keadilan restoratif. Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Didik Farkhan Alisyahdi, menyebutkan bahwa ini merupakan langkah untuk mengedepankan kepentingan masyarakat serta memulihkan hubungan antara pihak terlibat.
Menurut Didik, proses keadilan restoratif tersebut dilakukan untuk tidak hanya fokus pada penjatuhan hukuman, melainkan juga mendukung pemulihan hubungan sosial antara tersangka dan korban. Dia berharap tindakan ini dapat memberikan pelajaran berharga bagi para pelanggar hukum di masa depan.
Pelaksanaan keadilan restoratif sebagai solusi alternatif
Keputusan untuk menerapkan keadilan restoratif dalam kasus ini menunjukkan bahwa sistem peradilan semakin terbuka terhadap pendekatan non-punitif. Langkah ini bertujuan untuk mendorong dialog antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik sekaligus memberikan kesempatan bagi pelaku untuk memperbaiki kesalahan mereka.
Setelah permohonan keadilan restoratif disetujui, pihak Kejari Sinjai segera memastikan semua administrasi diselesaikan. Didik juga mengingatkan agar tersangka memenuhi semua kewajiban kompensasi kepada korban sebelum dibebaskan.
Sanksi sosial yang diberikan berupa penugasan mengumandangkan azan dan membersihkan masjid mencerminkan bagaimana masyarakat dapat terlibat aktif dalam penegakan hukum. Ini adalah langkah nyata untuk menyentuh hati nurani dan memperkuat nilai-nilai sosial dalam masyarakat.
Kronologis kejadian yang menjadi latar belakang kasus
Kasus penganiayaan ini bermula pada 22 September 2025, ketika tersangka dan korban, yang merupakan sepupu, berkumpul dan mengonsumsi minuman beralkohol. Dalam keadaan terpengaruh, terjadi cekcok di tengah jalan yang berujung pada tindakan kekerasan.
Dari hasil penyelidikan, terungkap bahwa korban menghentikan motor tersangka dan mengeluarkan kata-kata provokatif. Tindakan ini memicu emosi tersangka yang sudah terpengaruh alkohol, dan kemudian ia memukuli korban sampai terjatuh.
Hasil medical check-up menunjukkan korban mengalami beberapa luka, termasuk nyeri di kepala, hidung, dan memar di bagian tubuh lainnya. Hal ini memicu reaksi dari pihak berwajib untuk mengambil tindakan hukum terhadap tersangka.
Persetujuan dan proses keadilan restoratif dalam kasus ini
Pihak Kejari Sinjai melihat adanya potensi untuk menggunakan keadilan restoratif dalam kasus ini. Mereka mempertimbangkan beberapa faktor, termasuk status hukum tersangka yang masih berupa pelanggaran ringan dan hubungan keluarga antara tersangka dan korban.
Proses persetujuan keadilan restoratif ini melibatkan negosiasi antara kedua belah pihak, yang akhirnya mencapai kesepakatan damai. Tersangka juga menunjukkan penyesalan dan berkomitmen untuk tidak mengulangi kesalahan yang sama di masa depan.
Dengan adanya kesepakatan damai ini, pemerintah berharap dapat menciptakan lingkungan sosial yang lebih harmonis. Tindakan tersebut diharapkan mampu mencegah perbuatan serupa di masa mendatang, serta mengurangi beban sistem peradilan.
