Kasus ambruknya gedung Pondok Pesantren Al Khoziny di Sidoarjo, Jawa Timur, telah menjadi sorotan publik. Hingga kini, setelah tiga pekan berlalu, pihak kepolisian belum juga menetapkan tersangka dalam tragedi yang menghilangkan 63 nyawa santri ini.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast, menyatakan bahwa penyidikan masih berlangsung. Ia menegaskan bahwa fokus utama saat ini adalah memastikan keseluruhan fakta sebelum mengambil tindakan lebih lanjut.
“Belum ada informasi tambahan. Kami masih dalam proses penyidikan,” ungkap Jules saat dihubungi untuk memberikan klarifikasi terakhir mengenai kasus ini.
Penyebab Runtuhnya Bangunan yang Masih Diselidiki
Penyebab ambruknya gedung menjadi fokus dari penyelidikan yang dilakukan oleh pihak kepolisian. Kapolda Jawa Timur, Irjen Pol Nanang Avianto, sebelumnya telah mengungkap dugaan awal berupa kegagalan konstruksi sebagai penyebab utama.
“Bangunan yang runtuh adalah musala asrama putra yang sedang dalam proses pembangunan. Dugaan sementara adalah adanya kegagalan struktur,” jelas Nanang dalam keterangan resmi.
Pihak kepolisian juga memberikan perhatian pada proses hukum yang sedang berjalan, dengan penekanan agar semua langkah diambil secara hati-hati. Mereka tak ingin tergesa-gesa dalam memanggil dan memeriksa saksi-saksi, terutama yang merupakan keluarga korban.
Proses Hukum Terhadap Pihak yang Bertanggung Jawab
Kapolda Nanang melanjutkan bahwa kepolisian telah mengidentifikasi adanya unsur pidana dalam kasus ini. Terdapat beberapa pasal yang dinyatakan akan dijadikan dasar untuk menuntut pihak yang bertanggung jawab.
Antara lain, Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP, yang menjelaskan kelalaian dalam menyebabkan kematian atau luka berat. Hal ini menunjukkan keseriusan pihak berwenang dalam menangani tragedi ini dengan cara yang objektif.
Selain itu, ada juga Pasal 46 ayat 3 dan Pasal 47 ayat 2 dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yang mengatur tentang sanksi administratif serta pidana bagi pelanggaran ketentuan bangunan.
Kepolisian Janjikan Proses yang Transparan
Kapolda Nanang menegaskan bahwa setiap orang, tanpa memandang status sosialnya, akan diperlakukan sama di hadapan hukum. Hal ini menunjukkan komitmen untuk menegakkan keadilan bagi semua pihak.
“Setiap orang memiliki hak yang sama di dalam hukum. Kami tidak akan memberikan perlakuan istimewa kepada siapapun, termasuk kiai atau pengasuh pesantren,” tukas Nanang.
Pihak kepolisian berencana untuk terus memperbarui informasi mengenai perkembangan kasus ini agar masyarakat dapat tetap terhubung dengan proses yang berlangsung. Ini adalah upaya untuk menjaga transparansi dan kejelasan dalam penegakan hukum.
Korban yang Terlibat dan Proses Identifikasi
Tragedi ambruknya gedung terjadi pada Senin, 29 September, saat ratusan santri sedang melaksanakan Salat Ashar berjemaah. Dalam insiden tersebut, korban berjumlah total 171 orang dengan 63 di antaranya dinyatakan meninggal.
Proses pencarian dan identifikasi selesai dilakukan pada 7 Oktober, yang menunjukkan adanya 104 santri yang berhasil diselamatkan. Jumlah ini menjadi keterangan penting bagi pihak yang mendalami setiap aspek yang berkaitan dengan insiden tersebut.
Kepolisian juga membuka ruang untuk saksi-saksi lain yang mungkin memiliki informasi terkait untuk membantu mengungkap kebenaran peristiwa tersebut. Setiap keterangan yang diajukan akan dipertimbangkan secara matang.